TENTANG OVEN KAYU




Kayu bersifat
higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik
dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau
mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara
sekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah
menurut keadaan udara atau atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik
kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena
itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan
lain sebagainya perlu diketahui kandungan kadar air, letaknya air
dalam kayu dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu. Dengan sifat
ini, maka kayu dapat mengembang pada kondisi musim hujan atau pada
kelembaban tinggi dan dapat menyusut pada kondisi musim kemarau atau
pada kelembaban rendah, bila kayu tersebut belum dikeringkan pada
saat penggunaan (Haygreen, 1993).
Pengeringan
kayu dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses pengeluaran kandungan
air dari dalam kayu.
Ukuran ideal proporsi air diukur dengan cara
menentukan Moisture
Content (MC) atau
kadar kelembaban di dalam ukuran persen (%). Proporsi yang baik
adalah apabila MC berada pada level 8 – 12%. Kondisi ini
mengindikasikan kayu yang cukup kering dan baik sehingga kemungkinan
kayu untuk menyusut sangat kecil. Adapun persentase MC ini dapat
diperoleh dikarenakan di dalam kayu terdapat unsure yang padat dan
air yang sekaligus pengikat pori-pori. Beberapa cara dapat dilakukan
untuk mengeluarkan kandungan air tersebut ke udara (Viklund, 2008a)

Keuntungan yang
diperoleh apabila kayu dalam kondisi kering adalah:
Adapun tujuan dari
praktikum yang berjudul Pengeringan dengan Kipas Angin dan Oven
adalah untuk membandingkan kadar air yang diperoleh dengan metode
oven dan metode kipas angin

Industri kayu,
seperti industri mebel dan kayu lapis, memerlukan proses pengeringan
kayu. Proses ini begitu penting untuk memenuhi standar mutu.
Pengeringan
yang salah bisa mengakibatkan kayu rusak, bengkok atau retak-retak.
Untuk mendapatkan bagan pengeringan yang tepat bagi suatu jenis kayu,
maka sifat pengeringannya harus diketahui. Sifat pengeringan tersebut
diperlukan untuk menetapkan kisaran suhu dan kelembaban yang optimal
agar waktu pengeringan lebih efisien dan kualitas kayunya terjaga.
Sifat pengeringan yang perlu diamati yaitu pecah ujung, pecah
permukaan yang terjadi pada kadar air di atas titik jenuh serat (Ka.
±
30%),
pecah pada bagian dalam kayu (internal checks/honeycomb) dan
perbedaan dimensi tebal pada jarak 1-2 cm dari satu permukaan ujung
kayu (deformation). Sedangkan sifat penunjang lainnya adalah kadar
air awal dan kualitas fisik kayu/dolok (Basri
dan
Yuniarti, 2006).

Kayu mempunyai
sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan air atau
kelembapan. Suatu petunjuk, bahwa kelembapan kayu sangat dipengaruhi
oleh kelembapan dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara di
sekitarnya akan makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air kedalam kayu
itu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya
air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu
itu akan mengembang dan menyusut (Dumanauw, 2003

Kadar air kayu
adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam
persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering udara adalah
kondisi kayu dalam keadaan kering udara, yang mana pada kondisi ini
kayu tidak menyerap atau melepas air. Dengan demikian bila digunakan
untuk komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami
pengembangan maupun penyusutan, kalaupun terjadi sangat kecil,
sehingga tidak merusak elemen bangunan secara keseluruhan. Oleh
karena itu kayu bangunan sebelum digunakan harus diketahui terlebih
dahulu kadar airnya. Kadar air kayu yang aman untuk penggunaan pada
bangunan adalah kadar air kering udara, untuk Indonesia sekitar 15% -

20%.

Kadar air yang
terdapat di dalam kayu terdiri dari :

Tahap
pengeringan di bawah titik jenuh serat sangat riskan karena pada
tahap ini, kayu mulai melepaskan kandungan air terikatnya. Bila
kandungan air terikat dalam dinding sel mulai terevaporasi, kayu pun
akan bergerak menyusut. Saat kayu menyusut yang harus diwaspadai
adalah perubahan bentuk. Proses evaporasi harus dikendalikan agar
tetap merata pada keselurahan permukaan kayu sehingga tidak terjadi
perbedaan ketegangan dalam kayu (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pemukiman. 
1997).Temperatur
dan kelembaban relative dikendalikan dengan gradien pengeringan yang
tidak terlalu besar. Kadar air 21 % - 30 % harus dapat diturunkan
lagi sampai kadar air akhir 6 % - 8 %, sesuai dengan kebutuhan.
Temperatur yang digunakan untuk kayu yang mempunyai kandungan zat
ekstraktif, sebaiknya antara 55oC
– 60oC,
untuk menghindarkan noda-noda warna atau perubahan warna kayu.

Pengeringan
kayu dapat dilakukan dengan cara alami maupun dengan menggunakan
kiln/ tanur pengering. Pengeringan secara alami yaitu dengan
menggunakan tenaga alam/ udara (matahari), biayanya relative murah,
pelaksanaannya mudah tanpa memerlukan tenaga ahli dan kapasitasnya
tidak terbatas. Namun kerugiannya adalah waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan relatif lama, memerlukan areal yang cukup luas, cacat
pengeringan yang timbul sulit diperbaiki dan kadar air akhir yang
dicapai masih terlalu tinggi. Sedangkan pengeringan kayu dengan kiln/
tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat
pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur.
Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu
tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan
tertentu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

tahan berapa lama kayu yang telah di lakukan pemanasan (Heat Treatment) terhadap jamur,dan serangga/OPT

Posting Komentar

terimakasih telah berkunjung

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons